Welcome...

Rabu, 11 Januari 2012

Pulau Paskah

     Pulau Paskah, disebut Rapa Nui oleh penduduk asli Polinesia, adalah satu dari pulau terisolasi di dunia. Namun, sekitar 1200 tahun lalu sebuah kano diisi oleh sejumlah pelaut dari budaya yang sangat jauh mendarat di pantai-pantainya, menurut sejarah lisan yang dicatat para misionaris pada 1860-an. 


       Secara geografis Pulau Paskah adalah sebuah pulau di Cile di sebelah tenggara Samudera Pasifik, bagian paling Tenggara Segitiga Polinesia. Yang sangat dikenal di sana, ada 887 patung-patung monumental, disebut Moai, diciptakan pada masa awal Rapa Nui.



        UNESCO menamai Pulau Paskah sebagai situs warisan dunia pada 1995. Ada banyak pulau yang dilindungi di dalam Taman Nasional Rapa Nui.

      Moai, patung Rapa Nui yang misterius itu berdiri kokoh dalam diam, tapi bercerita banyak tentang penciptaan mereka. Balok batu diukir berbentuk kepala, tinggi rata-rata mereka adalah 13 kaki atau sekitar empat meter, dengan berat luar biasa, 14 ton.




       Upaya membangun monumen itu, memindahkannya di sekitar Pulau Paskah, pastilah sangat besar. Namun, tak ada yang tahu persis apa alasan pendatang di Rapa Nui mengerjakan tugas berat itu. Ahli sejarah berspekulasi, Moai diciptakan untuk menghormati leluhur, kepala, dan tokoh penting lain.

       Tetap saja, tidak ada bukti tertulis, juga sangat sedikit sejarah lisan yang ada di pulau itu sehingga tak mungkin memastikannya. Masyarakat Polinesia berkembang di lokasi yang sepertinya mustahil didiami. Jiwa tangguh mereka berlayar dengan armada perahu cadik kayu menuju satu titik kecil di belantara Samudra Pasifik.



         Di pulau terisolasi, 2300 mil atau sekitar 3700 meter dari barat Amerika Selatan dan 1.100 mil atau sekitar 1.770 kilometer dari pulau tetangga terdekat, orang-orang Rapa Nui mengembangkan budaya arsitektur dan artistik berbeda, seperti dilansir dari laman National Geographic.

      Budaya itu mencapai puncaknya pada abad ke-10 sampai abad ke-16. Yaitu, ketika para pendatang di Rapa Nui mengukir dan mendirikan sekitar 900 Moai di penjuru pulau. Banyak yang berpendapat, musnahnya Rapa Nui disebabkan bencana lingkungan yang mereka ciptakan sendiri.
Tidak jelas, kapan pertama kali pulau ditempati. Perkiraannya berkisar dari  800 sampai 1200 Masehi. Seberapa cepat ekosistem di Pulau Paskah hancur juga masih diselimuti misteri. Namun, faktor utama tampaknya akibat pemotongan jutaan pohon raksasa untuk membersihkan ladang atau dengan membuat api.

      Saat bangsa Eropa tiba pada 1722, mereka menemukan sebagian besar Pulau Paskah tandus, hanya segelintir penduduk di sana. Nama Pulau Paskah diberikan oleh orang Eropa yang pertama kali menginjakkan kaki di pulau tersebut. Jacob Roggeveen adalah penjelajah Belanda yang menemukan pulau pada hari Minggu Paskah, 5 April 1722, saat dia sedang mencari pulau David. Roggeveen menamakannya Paasch-Eyland yang berarti Easter Islanda atau Pulau Paskah.



       Sekarang, banyak wisatawan datang berkunjung. Sebagian besar mengunjungi tambang Rano Raraku, yang dulunya menghasilkan batu untuk membuat seluruh Moai di pulau itu. Penduduk kuno Rapa Nui meninggalkan tambang dalam kondisi menarik.

     Tempat itu menjadi rumah untuk sekitar 400 patung yang tampak sedang dalam tahap penyelesaian. Sementara itu, hampir di seluruh Pulau Paskah, banyak Moai kembali pada proses penciptaan awal. Kondisi Moai memburuk, kembali ke ukiran batu polos. Batu vulkanik Moia tunduk pada proses pelapukan alam. Perlu upaya konservasi untuk membantu melestarikan Rapa Nui  sebagai batu warisan dunia di masa sekarang yang menakjubkan negara.

Rapanui Bukan Nama Asli Pulau Paskah
        Perlu diketahui bahwa nama "Rapa Nui" bukan nama asli Pulau Paskah yang diberikan oleh suku Rapanui. Nama itu diciptakan oleh para imigran pekerja dari suku asli Rapa di Kepulauan Bass yang menyamakannya dengan kampung halamannya. Nama yang diberikan suku Rapanui bagi pulau ini adalah Te pito o te henua ("Puser Dunia") karena keterpencilannya, namun sebutan ini juga diambil dari lokasi lain, mungkin dari sebuah bangunan di Marquesas.


        Menurut legenda dicatat oleh para misionaris pada 1860-an, awalnya pulau yang sangat jelas sistem kelas, dengan ariki, raja, mutlak memegang kekuasaan dewa-seperti sejak hotu Matu'a telah tiba di pulau itu. Unsur yang paling menonjol dalam budaya produksi besar-besaran Moai yang merupakan bagian dari penyembahan leluhur. Dengan Susunan bersatu ketat, Moai itu sebagian besar pemerintahan yang terpusat.

Tidak ada komentar: